Keadilan berasal dari kata adil, Adil sendiri bisa kita katakan sebagai segala tindakan yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ada. Menurut Aristoteles, keadilan diartikan sebagai kelayakan dalam tindakan manusia. Jika kita melihat seorang pencuri dihukum yang setimpal dengan perbuatannya itu dinamakan adil, ataupun jika kita lihat juga seorang pemimpin yang Arif dan menjalankan tugas-tuganya dengan baik sehingga dapat mensejahterakan bawahannya kita bilang dia sebagai orang yang Adil.
Berbicara mengenai keadilan tentunya kita tahu bahwa sila ke 5 dari Pancasila berisi tentang “Keadilan”, lebih tepatnya Keadilan Sosial. Kita pun tahu bahwa nilai-nilai pancasila itu sudah ada pada masa sebelum Negeri ini merdeka, hingga nilai-nilai ini dijadikan sebagai dasar negara.
Namun pada masa sekarang, kita dapat melihat sendiri sebagian besar masyarakat Indonesia mulai mengabaikan nilai-nilai Pancasila itu, termasuk dalam aspek keadilan itu sendiri. Pada akhirnya masyarakat sudah tidak percaya lagi adanya keadilan di dalam Negeri ini. ‘yah’ dengan uang dan kekuasaan selalu menang, yang kaya dapat berkuasa, dan yang berkuasa bisa menindas yang tidak berkuasa, hukum dapat diatur dan akhirnya keadilan itu sendiri “MATI”.
Jika sering melihat pemberitaan tentang korupsi di negeri ini, kita sendiripun menjadi bosan, belum selesai kasus yang lama muncul kasus baru lagi dan begitu seterusnya dan lebih parahnya lagi kasus tersebut pun seakan dipermainkan dan cenderung dibiarkan berlarut larut, kalaupun tuntas para pelakunya pun lebih banyak diberikan keringanan, lalu dimana keadilan itu? Apakah mereka para pelaku itu sadar betul bahwa banyak sekali manusia di negeri ini yang dirugikan? Bagaimana dengan rakyat miskin yang semakin melarat, hidup tanpa jaminan sosial apapun, tidak ada pelayanan publik dan harus berusaha keras mencari nafkah di tengah kerasnya kehidupan dan keserakahan para peminpin? Jaminan sosial yang menjadi fokus pemerintah itu akhirnya menjadi kendala bahkan menjadi hal yang mustahil untuk tercapai.
Tidak usah jauh-jauh mengambil contoh, Raskin pun yang harusnya dapat dinikmati rakyat kurang mampu menjadi sasaran para penyeleweng anggaran itu. Lalu apakah rakyat yang tidak mampu untuk mencukupi kebutuhan pangan mereka, bahkan dengan dengan makanan pokok sekalipun? Ternyata, “TIDAK”. Lalu dimana letak keadilan itu? Atau mungkin pertanyaannya adalah “Masih adakah Hati Nurani mereka??”.
Vonis yang diberikan kepada para koruptor dirasa tidak efektif, korupsi 80 miliar pun hanya berarti hukuman penjara 4 tahun bagi para pelakunya. Apakah itu adil? Kita lihat bahwa hukuman yang sebanding untuk seorang pembunuh adalah penjara seumur hidup bahkan hukuman mati. Lalu bagaimana bisa seorang koruptor yang mungkin dari perbuatannya itu membuat rakyat sengsara bahkan mungkin ada yang mati sia-sia hanya mendapat hukuman 4 tahun? Bahkan bisa lihat sendiri pada lapas mereka pun disediakan fasilitas yang mewah. Kalau seperti itu, bukan penjara namanya. Di negara lain seperti China, hukuman yang pantas bagi para koruptor ialah hukuman mati. Lalu apakah pantas negara ini terlalu mengasihani para koruptor yang terus menerus muncul?
Rakyat kecil pun sadar bahwa mereka tidak bisa dilawan. Bahkan para penegak hukum pun menjadi ikut mempermainkan bahkan ikut menyelewengkan hukum itu sendiri. Kalau kedua-duanya saling bekerjasama untuk menyelewengkan hukum itu sendiri, lalu siapa lagi yang harus dipercayai?
Melihat keadaan seperti itupun, akhirnya rakyat berubah menjadi Anarkis dan Apatis. Dengan mudahnya kerusuhan terjadi, misalkan untuk kasus sengketa. Kenapa? Karena kembali kepada konteks itu tadi, tidak ada yang dapat dipercayai, lalu mereka menganggap “buat apa diselesaikan secara hukum, toh nantinya yang berkuasalah yang dapat menang”.
Kita berharap bahwa suatu saat ada titik terang dimana hukum itu benar-benar ditegakkan di Negeri ini, toh negara kita berlandaskan Pancasila, didalamnya menganut unsur Keadilan.
Tugas IBD 4 : Manusia dan Keadilan
sumber : kompasiana.com
0 comments:
Post a Comment